

Market Analysis
Harga Emas Dunia Tembus Rekor, Sebagian Emiten Emas Melemah
Bloomberg Technoz, Jakarta - Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi, namun pergerakan saham-saham emas domestik sebagian terkoreksi pada sesi I perdagangan Rabu (24/9/2025).
Pukul 10.35 WIB, harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 3,5% ke posisi Rp3.550/saham dengan kinerja secara year-to-date (ytd) menghasilkan kenaikan 129%.. Kemudian, PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) sempat terkoreksi 2,12% ke level Rp925/saham pada awal sesi I, namun berangsur stagnan di level Rp950/saham.
PT United Tractors Tbk (UNTR) melemah 1% menjadi Rp26.925/saham. UNTR masuk kelompok ini usai penguasaan atas tambang emas hasil divestasi PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) senilai sekitar Rp8,8 triliun. PSAB sendiri mengalami pelemahan sekitar 3,5% ke level Rp545/saham, namun kinerjanya sepanjang tahun 2025 impresif dengan lompatan 127% ytd.
Saham PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) terpantau bergerak sideways, bertahan pada zona harga Rp1.080. Namun jika dibandingkan kinerja secara ytd telah terjadi lompatan harga 342%.
PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), emiten tambang kongsi grup Bakrie dan Salim, mencatatkan perbaikan harga sementara 2,9% ke Rp705 pada Rabu pagi dengan kinerja secata ytd bertumbuh 75,37%.
Fluktuasi harga ini terjadi di tengah lonjakan harga emas global yang sempat menembus US$3.791,10/troy ons pada Selasa, mendekati level psikologis US$3.800/troy ons. Secara year-to-date (ytd) pasar di dunia menghargai logam ini 43,58% lebih tinggi dibandingkan akhir 2024.
Kenaikan harga emas ditopang kabar bahwa China melalui People’s Bank of China (PBoC) tengah mengupayakan peran lebih besar di pasar emas internasional. PBoC disebut mendorong bank-bank sentral negara sahabat untuk membeli emas batangan dan menyimpannya di Shanghai Gold Exchange, sebagai bagian dari strategi menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai kustodian cadangan emas global.
China sendiri merupakan produsen sekaligus konsumen emas terbesar di dunia. Kebijakan ini dinilai pasar akan memperlonggar pembatasan impor emas serta memperkuat peran logam mulia tersebut dalam sistem keuangan global.
Relasi kenaikan harga emas dunia dan peningkatan harga saham emiten tambang, manufaktur dan atau perdagangan emas dalam negeri dipandang belum sepenuhnya mencerminkan penguatan serupa pada aktivitas perdagangan.
ANTM misalnya, meskipun tengah mencatatkan kinerja keuangan solid sepanjang paruh pertama 2025. Berdasarkan riset Kiwoom Sekuritas, ANTM membukukan pendapatan Rp59,02 triliun pada semester I-2025, melesat 154,5% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Laba bersih juga tumbuh signifikan 202,9% yoy menjadi Rp4,69 triliun, ditopang lonjakan volume penjualan nikel, emas, bauksit, hingga alumina. Secara operasional, volume penjualan emas ANTM mencapai 942.178 ons, naik 83,5% yoy, sementara nikel ore melonjak 144% yoy menjadi 8,2 juta WMT.
Dengan capaian ini, Kiwoom memberikan rekomendasi “Hold” dengan nilai wajar Rp4.000/saham atau potensi kenaikan 14,61% dari harga saat ini, sembari mengingatkan risiko volatilitas harga komoditas termasuk emas.
Kinerja beragam juga terlihat di UNTR, emiten yang mengelola bisnis alat berat, kontraktor tambang, hingga tambang emas. Pada kuartal II-2025, UNTR mencatat pendapatan Rp34,26 triliun atau naik 6,7% yoy, dengan laba bersih Rp4,94 triliun.
Meski secara semesteran laba turun 14,7% yoy menjadi Rp8,13 triliun, segmen pertambangan emas justru tumbuh kuat. Penjualan emas kuartalan naik 19,3% secara kuartalan dan 33,2% yoy menjadi 368 ribu ons. Riset Kiwoom Sekuritas merekomendasikan “Hold” dengan target harga Rp26.775/saham, seraya menyoroti risiko fluktuasi harga batu bara, nikel, dan emas.
Untuk HRTA yang berfokus pada perdagangan emas ritel dan grosir, membukukan pendapatan Rp6,78 triliun pada kuartal I-2025, tumbuh 37,5% yoy. Laba bersih naik 45,6% yoy menjadi Rp150 miliar, meski margin tetap ketat di level 2% karena 90% pendapatan masih bergantung pada emas batangan dengan porsi besar dari Bullion Bank.
Ke depan, HRTA menargetkan ekspansi toko ritel, modernisasi pabrik, serta mempercepat sertifikasi LBMA untuk memperluas akses pasar internasional. Kiwoom Sekuritas memberikan rekomendasi “Overweight” dengan target Rp645/saham.