English
English
Tiếng Việt
ภาษาไทย
繁體中文
日本語
한국어
Bahasa Indonesia
Español
Português
Русский язык
اللغة العربية
zu-ZA
0
Market AnalysisMarket Analysis

Market Analysis

Bursa Asia Bersiap Dibuka Lesu, Pasar Tunggu Data Inflasi AS

Bloomberg Technoz · 5.5K Views

image.png

Rob Verdonck - Bloomberg News

Bloomberg, Bursa Asia diperkirakan dibuka datar pada Rabu (10/9) setelah indeks S&P 500 di Wall Street sempat menyentuh rekor baru, didorong harapan bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga untuk meredam pelemahan pasar tenaga kerja. Kini, perhatian investor tertuju pada data inflasi yang akan dirilis pekan ini.

Kontrak berjangka menunjukkan pembukaan yang cenderung stabil di Sydney, Tokyo, dan Hong Kong. Kontrak S&P 500 naik tipis setelah saham-saham teknologi besar mengangkat indeks pada Selasa, meski sebagian besar saham terkoreksi dan Apple Inc justru melemah usai peluncuran iPhone 17. Tekanan pada obligasi menghentikan reli empat hari sebelumnya. Sementara itu, harga minyak kembali menguat setelah serangan Israel di Qatar memicu kekhawatiran eskalasi konflik di Timur Tengah.

Menyusul tanda-tanda terbaru pelemahan pasar tenaga kerja, investor kini menantikan data inflasi dalam beberapa hari mendatang. Data ini akan menjadi penentu penting bagi rapat The Fed pekan depan serta jalur pemangkasan suku bunga hingga 2025 — ujian bagi keberlanjutan reli pasar saham bulan ini.

Dengan pasar uang hampir sepenuhnya memperkirakan tiga kali pemangkasan suku bunga tahun ini, ekspektasi terhadap data indeks harga produsen dan konsumen AS menjadi sangat tinggi. Menurut Stephen Kates dari Bankrate, inflasi yang lebih buruk dari perkiraan bisa menyulitkan pengambilan kebijakan di tengah tekanan untuk memberikan stimulus lewat suku bunga lebih rendah.

Grafik S&P 500. (Sumber: Bloomberg)

 

“Jelas ekonomi berada di antara dua tekanan besar — lebih tepatnya, antara guncangan tenaga kerja dan laju inflasi yang panas,” ujar Kates.

Di Asia, pelaku pasar juga akan mencermati potensi aksi bersama AS dan Uni Eropa untuk menekan Rusia agar mau berunding soal Ukraina. Donald Trump menyatakan siap bergabung dengan blok Eropa untuk memberlakukan tarif baru terhadap China dan India — dua pembeli utama minyak Rusia. Trump juga menegaskan rencananya bertemu Perdana Menteri India Narendra Modi dalam beberapa pekan ke depan guna membahas perdagangan.

Sementara itu, yen Jepang stabil pada awal perdagangan Rabu, setelah sempat melemah usai laporan Selasa yang menyebut Bank of Japan mungkin kembali menaikkan suku bunga tahun ini, meski kondisi politik domestik sedang tidak menentu.

Menjelang Rapat The Fed

Di AS, pertanyaan utama kini adalah sejauh mana data inflasi Agustus akan memengaruhi ekspektasi pasar terhadap keputusan The Fed pekan depan.

“The Fed hampir pasti memangkas 25 basis poin — kecuali terjadi penurunan inflasi yang jauh lebih tajam, yang bisa membuka peluang pemangkasan setengah poin,” tulis Ian Lyngen dan Vail Hartman dari BMO Capital Markets. “Kami yakin pemangkasan seperempat poin lebih realistis. Data inflasi Agustus lebih penting untuk menentukan di mana siklus pemangkasan berakhir, bukan bagaimana dimulai.”

Menjelang rilis data inflasi, pemerintah AS melaporkan pertumbuhan lapangan kerja ternyata jauh lebih lemah sepanjang tahun hingga Maret dibanding perkiraan sebelumnya. Jumlah pekerja diperkirakan akan direvisi turun hingga 911.000 atau 0,6% — revisi terbesar dalam sejarah — menurut data awal yang dirilis Selasa. Angka final akan dipublikasikan awal tahun depan.

CEO JPMorgan Chase & Co Jamie Dimon menilai revisi besar pada data tenaga kerja ini menjadi bukti tambahan bahwa ekonomi AS sedang melambat.

“Ekonomi memang melemah,” kata Dimon dalam wawancara dengan CNBC, Selasa. “Apakah itu menuju resesi atau sekadar pelemahan, saya belum tahu.”

Need Help?
Click Here