English
English
Tiếng Việt
ภาษาไทย
繁體中文
한국어
Bahasa Indonesia
Español
Português
zu-ZA
0

Market Analysis

Fenomena Delisting Saham Menjadi Sinyal Bahaya atau Justru Baik?
Beladdina Annisa · 47.7K Views

Fenomena delisting saham sering memicu kepanikan di kalangan investor. Namun, apakah benar delisting selalu berarti bahaya? Atau ada sisi positif yang bisa dimanfaatkan investor cerdas? Dengan memahami seluk-beluk delisting, Anda akan lebih siap dan bijak dalam menghadapi situasi ini, sehingga bisa mengambil keputusan investasi yang tepat.

Apa Itu Delisting Saham?

Delisting saham adalah proses penghapusan pencatatan suatu saham dari bursa efek. Artinya, setelah saham tersebut di-delisting, saham tersebut tidak lagi dapat diperdagangkan secara bebas di bursa efek, seperti Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Saham yang sudah di-delisting tidak akan lagi muncul di platform perdagangan online dan investor tidak bisa lagi membeli atau menjualnya seperti biasa.

Proses delisting ini pada dasarnya adalah kebalikan dari proses IPO (Initial Public Offering) atau listing, di mana sebuah perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di bursa efek agar bisa diperjualbelikan kepada publik.

Dampak Delisting Saham bagi Investor

image.png

Berikut dampak delisting saham yang bisa Anda perhatikan:

1. Penurunan Nilai Investasi

Begitu ada pengumuman delisting, harga saham biasanya jatuh drastis. Investor bisa kehilangan sebagian besar nilai investasinya karena minat beli menurun tajam.

2. Hilangnya Likuiditas

Setelah delisting, saham tidak bisa lagi diperdagangkan di bursa reguler. Investor yang masih memegang saham akan kesulitan menjualnya, kecuali melalui pasar negosiasi (over the counter).

3. Potensi Kerugian Total

Jika perusahaan benar-benar bangkrut atau likuidasi, pemegang saham sering kali berada di posisi paling akhir untuk mendapatkan pembagian aset. Artinya, ada kemungkinan investor kehilangan seluruh modalnya.

4. Tidak Ada Transparansi Publik

Perusahaan yang delisting tidak lagi wajib memberikan laporan keuangan secara rutin kepada publik. Hal ini membuat investor kehilangan akses informasi terkait kondisi perusahaan.

5. Dampak Psikologis

Selain kerugian finansial, delisting juga bisa menimbulkan tekanan psikologis pada investor, terutama bagi mereka yang menaruh dana besar.

Baca Juga: Panduan Praktis Cara Menghitung Harga Wajar Saham!

Penyebab Terjadinya Delisting

image.png

Ada beragam alasan yang mendasari suatu saham di-delisting, baik secara paksa maupun sukarela. Memahami penyebab ini adalah kunci untuk membedakan delisting yang berbahaya dari yang tidak.

Forced Delisting 

1. Pelanggaran Aturan Bursa

Perusahaan tidak mematuhi peraturan yang berlaku di bursa, seperti tidak menyampaikan laporan keuangan secara rutin, tidak mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), atau melakukan tindakan yang merugikan investor.

2. Kinerja Finansial Buruk

Perusahaan mengalami kerugian operasional yang terus-menerus dan signifikan, ekuitas negatif, atau berada dalam kondisi bangkrut.

3. Harga Saham Terlalu Rendah

Harga saham perusahaan terus berada di bawah harga minimum yang ditetapkan oleh bursa dalam jangka waktu yang lama.

swap promo

Voluntary Delisting 

1. Go Private

Perusahaan memutuskan untuk kembali menjadi perusahaan tertutup (private) dan tidak lagi menjadi perusahaan publik. Ini seringkali dilakukan oleh perusahaan yang mayoritas sahamnya sudah dimiliki oleh pemegang saham pengendali.

2. Merger dan Akuisisi

Perusahaan diakuisisi atau digabungkan dengan perusahaan lain. Saham perusahaan yang diakuisisi akan di-delisting dan pemegang sahamnya akan mendapatkan kompensasi berupa uang tunai atau saham dari perusahaan yang mengakuisisi.

3. Biaya dan Kepatuhan Tinggi

Perusahaan merasa biaya dan beban administrasi untuk menjadi perusahaan publik terlalu mahal dan memberatkan. Delisting bisa menjadi cara untuk menghemat biaya operasional.

Apakah Delisting Selalu Sinyal Bahaya?

image.png

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa delisting tidak selalu menjadi sinyal bahaya. Sebagian besar kekhawatiran yang muncul di kalangan investor berasal dari skenario forced delisting, di mana saham dihapus karena masalah serius pada perusahaan.

Dalam kasus ini, delisting memang merupakan sinyal bahaya yang sangat jelas. Ini adalah indikasi bahwa perusahaan sedang tidak sehat, tidak patuh terhadap aturan, atau bahkan terjerat masalah hukum. 

Bagi investor yang memegang saham perusahaan tersebut, ini adalah pertanda untuk segera mengambil tindakan, seperti menjual saham jika masih ada kesempatan, untuk meminimalkan kerugian.

Namun, di sisi lain, delisting yang disebabkan oleh voluntary delisting justru merupakan sinyal yang netral, atau bahkan bisa menjadi sinyal positif. Hal ini karena proses delisting sukarela seringkali melindungi kepentingan pemegang saham publik dengan memberikan penawaran tender offer yang adil.

Baca Juga: Mengenal Saham Coca-Cola Company KO dalam Trading

Kapan Delisting Bisa Jadi Peluang?

Delisting bisa menjadi peluang, terutama dalam konteks voluntary delisting atau saat perusahaan diakuisisi.

Peluang utama datang dari tender offer atau penawaran pembelian kembali saham. Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk go private, mereka akan menetapkan harga pembelian saham yang biasanya lebih tinggi dari harga pasar saat itu. Ini adalah kesempatan bagi investor untuk menjual saham yang mereka miliki dengan harga premium.

Sebagai contoh, jika sebuah saham diperdagangkan di harga Rp500 per lembar, dan perusahaan mengumumkan voluntary delisting dengan tender offer di harga Rp700 per lembar, investor dapat menjual sahamnya dan mendapatkan keuntungan instan sebesar Rp200 per lembar.

Selain itu, dalam kasus merger dan akuisisi, investor juga bisa mendapatkan keuntungan. Perusahaan yang mengakuisisi akan membeli saham perusahaan yang diakuisisi dengan harga yang telah disepakati, yang sering kali lebih tinggi dari harga pasar.

Tips Menghindari Saham Berpotensi Delisting

image.png

Agar Anda tidak terjebak dalam delisting yang merugikan, terutama forced delisting, ada beberapa tips yang bisa Anda ikuti:

1. Lakukan Analisis Fundamental 

Sebelum membeli saham, pelajari laporan keuangan perusahaan. Pastikan perusahaan memiliki kinerja yang baik, keuntungan yang stabil, dan arus kas yang positif. Hindari saham perusahaan dengan ekuitas negatif atau yang terus-menerus merugi selama bertahun-tahun.

2. Pantau Notasi & Berita Bursa

Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki notasi khusus untuk memberikan peringatan dini kepada investor. Pahami notasi-notasi ini (misalnya, notasi 'E' untuk ekuitas negatif, notasi 'L' untuk delisting, atau notasi 'S' untuk suspensi) dan segera lakukan riset jika Anda menemukan notasi tersebut pada saham Anda.

Selalu ikuti berita terkini mengenai perusahaan yang Anda miliki. Berita tentang masalah hukum, skandal, atau sanksi dari otoritas dapat menjadi sinyal awal.

3. Diversifikasi Portofolio

Jangan menempatkan semua investasi Anda pada satu atau dua saham saja. Dengan diversifikasi portofolio, jika salah satu saham di-delisting, dampak kerugiannya tidak akan menghancurkan seluruh portofolio Anda. Sebar investasi Anda ke berbagai sektor industri untuk mengurangi risiko.

4. Tentukan Batas Toleransi Risiko

Kenali profil risiko Anda. Jika Anda tidak tahan dengan risiko tinggi, hindari saham-saham yang fundamentalnya lemah atau yang sedang berada dalam tren penurunan yang panjang.

Tetapkan stop loss atau batas kerugian yang dapat Anda toleransi. Jika harga saham turun melampaui batas tersebut, pertimbangkan untuk menjualnya.

Saham Delisting Apakah Bisa Dijual?

Jawabannya: masih bisa, tetapi tidak semudah ketika saham masih tercatat di bursa. Semua tergantung pada jenis delisting yang terjadi:

1. Saham yang Baru Disuspensi

Sebelum resmi delisting, biasanya BEI (Bursa Efek Indonesia) akan mensuspensi saham tersebut, alias menghentikan sementara perdagangannya di pasar reguler maupun tunai. Pada tahap ini, investor tidak bisa menjual sahamnya karena perdagangan dibekukan.

2. Setelah Resmi Delisting

Begitu saham benar-benar dihapus dari bursa, saham itu sudah tidak bisa diperdagangkan di pasar reguler. Namun, bukan berarti saham Anda tidak bisa dijual sama sekali. Ada beberapa opsi:

3. Pasar Negosiasi 

Saham bisa dijual-belikan melalui mekanisme negosiasi di luar bursa. Artinya, Anda harus mencari pembeli secara langsung (biasanya lewat broker) dan menyepakati harga.

4. Menunggu Likuidasi 

Kalau delisting terjadi karena pailit atau likuidasi, pemegang saham berhak atas sisa aset perusahaan setelah semua kewajiban dibayar. Namun, posisi pemegang saham ada di urutan terakhir (setelah kreditur, bank, dan karyawan), sehingga kemungkinan besar nilainya sangat kecil, bahkan bisa nihil.

3. Risiko Jika Tidak Menjual

Jika investor tidak menjual saham yang sudah delisting, maka:

  • Saham akan tetap ada di portofolio, tapi tidak bisa diperdagangkan di BEI.

  • Nilainya bisa jadi hanya angka di atas kertas tanpa likuiditas.

  • Bisa benar-benar tidak bernilai jika perusahaan bangkrut.

Baca Juga: Mengenal Saham Boeing BA dalam Trading

Bagaimana Cara Menemukan Saham yang Hilang?

image.png

Ini cara menemukan saham yang hilang:

1. Periksa di Sekuritas Tempat Membuka Rekening

Langkah pertama, cek di akun sekuritas Anda. Login ke aplikasi sekuritas (Mandiri Sekuritas, BNI Sekuritas dll.) dan lihat portofolio efek.

  • Jika saham masih tercatat, artinya tidak hilang.

  • Jika tidak muncul, cek apakah saham tersebut sudah delisting atau dipindahkan ke pasar negosiasi.

2. Cek di KSEI 

KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) menyimpan semua data kepemilikan efek investor di Indonesia. Caranya:

  • Daftar dan login ke AKSes KSEI (akses.ksei.co.id).

  • Masukkan SID (Single Investor Identification).

  • Di situ akan terlihat semua saham, obligasi, reksa dana, dan efek lain yang Anda miliki, meskipun lewat sekuritas yang berbeda.

Ini cara paling aman untuk memastikan saham benar-benar masih tercatat atas nama Anda.

3. Cek Status Saham di BEI

Kalau saham hilang karena delisting, Anda bisa cek pengumuman resmi di situs BEI (idx.co.id) bagian Pengumuman Delisting & Suspensi.

  • Jika saham masih dalam masa suspensi → belum bisa diperdagangkan.

  • Jika sudah resmi delisting → saham tidak ada lagi di bursa, tapi masih tercatat di KSEI atas nama Anda.

4. Hubungi Sekuritas atau Broker

Kalau tetap bingung, hubungi customer service sekuritas tempat Anda membuka rekening efek. Berikan:

  • Nama Anda,

  • SID (Single Investor Identification),

  • RDN (Rekening Dana Nasabah).

Mereka bisa membantu menelusuri di mana posisi saham tersebut sekarang.

5. Jika Saham Warisan atau Lama Sekali

Banyak kasus saham “hilang” karena:

  • Warisan orang tua/keluarga,

  • Saham lama yang dibeli sebelum sistem online,

  • Saham perusahaan lama yang sudah merger/delisting.

Untuk kasus ini:

  • Hubungi KSEI dengan membawa dokumen kepemilikan saham (lembar saham fisik, bukti transaksi, atau surat warisan).

  • Bisa juga dibantu oleh notaris untuk klaim resmi kepemilikan.

6. Cek Kemungkinan Buyback/Likuidasi

Jika perusahaan melakukan voluntary delisting, biasanya mereka menawarkan buyback saham dari investor. Kalau Anda melewatkan tawaran buyback, saham tetap tercatat di KSEI tapi tidak bisa diperdagangkan. Jika perusahaan bangkrut, saham akan masuk proses likuidasi, dan klaim aset harus dilakukan melalui kurator.

Mulailah trading sekarang di Dupoin #One-Stop Trading Platform! Download aplikasinya untuk mendapatkan update terbaru seputar dunia trading dan investasi. Dan jangan lupa untuk selalu membagikan konten ini ke sesama trader lainnya. Semoga bermanfaat!

Need Help?
Click Here