English
English
Tiếng Việt
ภาษาไทย
繁體中文
한국어
Bahasa Indonesia
Español
Português
zu-ZA
0

Market Analysis

Mengenal Dasar Average Down Saham Lengkap & Cara Menghitungnya!
Beladdina Annisa · 46.1K Views

Pernah mendengar istilah average down saham saat harga sedang jatuh? Strategi ini bisa menjadi pedang bermata dua: menguntungkan bila tepat digunakan, tapi juga berisiko besar bila salah langkah. Artikel ini akan membantu Anda mengatasinya!

Apa Itu Average Down Saham?

Average down saham adalah strategi menambah jumlah saham ketika harga saham tersebut mengalami penurunan. Tujuan utamanya adalah menurunkan harga rata-rata pembelian, sehingga ketika harga saham kembali naik, potensi keuntungan menjadi lebih besar.

Strategi ini sangat populer di kalangan investor jangka panjang, terutama mereka yang percaya fundamental perusahaan masih kuat, meskipun harga sedang terkoreksi.

Alasan Investor Menggunakan Average Down

image.png

Ada beberapa alasan mengapa strategi ini sering dipilih oleh investor:

1. Mengurangi Kerugian di Atas Kertas

Saat saham yang dimiliki turun, investor biasanya mengalami floating loss. Dengan average down, kerugian di atas kertas bisa ditekan karena harga rata-rata pembelian ikut turun.

2. Keyakinan pada Fundamental

Banyak investor yang tetap percaya bahwa penurunan harga hanyalah sementara, terutama jika perusahaan memiliki kinerja keuangan yang solid. Dengan average down, mereka mengambil kesempatan untuk membeli saham bagus dengan harga diskon.

3. Persiapan untuk Rebound

Pasar saham dikenal fluktuatif. Investor yang melakukan average down berharap bahwa ketika harga berbalik naik, mereka akan lebih cepat mendapatkan keuntungan karena harga rata-rata yang dimiliki lebih rendah.

Baca Juga: Panduan Praktis Cara Menghitung Harga Wajar Saham!

Risiko di Balik Average Down Saham

image.png

Meskipun terlihat menarik, strategi ini tidak bebas risiko. Bahkan, bisa menjadi bumerang bila dilakukan tanpa perhitungan matang.

1. Menjebak di Saham Salah

Jika perusahaan ternyata memiliki masalah fundamental serius seperti penurunan laba konsisten, utang tinggi, atau isu hukum harga saham bisa terus turun. Dalam kasus ini, average down hanya akan memperbesar kerugian.

2. Terjebak dalam Falling Knife

Ada istilah don’t catch a falling knife di dunia saham, yang berarti jangan buru-buru membeli saham yang sedang jatuh karena berpotensi jatuh lebih dalam. Average down tanpa analisa teknikal dan fundamental bisa membuat modal terkuras.

3. Konsentrasi Modal Berlebih

Melakukan average down berarti menambah alokasi modal di saham yang sedang rugi. Ini bisa mengurangi diversifikasi portofolio dan meningkatkan risiko diversifikasi portofolio secara keseluruhan.

swap promo

Siapa yang Cocok Menggunakan Average Down?

Tidak semua investor cocok dengan strategi average down. Berikut beberapa tipe investor yang lebih sesuai:

  • Investor Jangka Panjang: Mereka yang berinvestasi dengan horizon waktu bertahun-tahun dan percaya pada fundamental perusahaan.

  • Investor dengan Modal Besar: Average down membutuhkan tambahan modal. Jika modal terbatas, strategi ini bisa membuat investor kehabisan dana sebelum harga saham pulih.

  • Investor Berpengalaman: Mereka yang mampu menganalisa fundamental dan kondisi pasar, sehingga average down dilakukan dengan perhitungan matang, bukan sekadar ikut-ikutan.

Baca Juga: Mengenal Saham Coca-Cola Company KO dalam Trading

Cara Menghitung Average Down Saham

image.png

Menghitung average down saham sebenarnya cukup sederhana. Rumus dasarnya adalah:

Harga Rata-Rata Baru = (Total Modal Sebelumnya + Modal Baru) ÷ (Jumlah Saham Sebelumnya + Jumlah Saham Baru)

Contoh 1: Average Down Sederhana

  • Anda membeli 100 lembar saham A di harga Rp5.000 → total modal Rp500.000.

  • Harga turun ke Rp4.000, Anda beli lagi 100 lembar → modal tambahan Rp400.000.

  • Total modal: Rp900.000, total saham: 200 lembar.

Harga rata-rata baru = Rp900.000 ÷ 200 = Rp4.500 per lembar.

Artinya, ketika harga saham naik kembali ke Rp4.500, posisi Anda sudah impas, tidak perlu menunggu kembali ke Rp5.000.

Contoh 2: Average Down Bertahap

  • Beli awal: 100 lembar di Rp10.000 → modal Rp1.000.000.

  • Harga turun ke Rp8.000, tambah 50 lembar → modal tambahan Rp400.000.

  • Harga turun lagi ke Rp6.000, tambah 50 lembar → modal tambahan Rp300.000.

Total modal: Rp1.700.000
Total saham: 200 lembar

Harga rata-rata baru = Rp1.700.000 ÷ 200 = Rp8.500 per lembar.

Dengan begitu, Anda tidak lagi menunggu harga kembali ke Rp10.000 untuk impas, cukup Rp8.500.

Baca Juga: Mengenal Saham Boeing BA dalam Trading

Strategi Menggunakan Average Down dengan Bijak

image.png

Agar average down efektif dan tidak sekadar menjadi bumerang, ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan:

1. Pilih Saham dengan Fundamental Kuat

Jangan melakukan average down pada saham gorengan atau perusahaan yang tidak jelas. Prioritaskan perusahaan dengan rekam jejak laba yang konsisten, pertumbuhan stabil, serta manajemen yang kredibel.

2. Tentukan Batas Average Down

Investor bijak selalu punya batas. Misalnya, hanya akan average down maksimal dua kali, atau hanya ketika harga turun 20–30% dari harga beli awal. Tanpa batas, average down bisa menjadi jurang tanpa akhir.

3. Gunakan Analisa Teknikal

Selain fundamental, analisa teknikal bisa membantu menentukan titik masuk terbaik untuk average down. Indikator seperti support level, indikator RSI, atau moving average bisa dijadikan acuan.

4. Jangan Gunakan Seluruh Modal

Sisihkan sebagian modal untuk kesempatan lain. Menaruh semua dana ke saham yang sedang turun bisa membuat Anda kehilangan peluang investasi di saham lain yang lebih menjanjikan.

Perbedaan Average Down dan Cut Loss

Banyak investor bingung kapan sebaiknya average down atau cut loss. Perbedaannya terletak pada keyakinan terhadap saham tersebut:

  • Average Down cocok ketika Anda yakin perusahaan masih sehat dan penurunan harga hanya bersifat sementara.

  • Cut Loss lebih baik ketika fundamental perusahaan memburuk atau harga turun karena faktor yang sangat serius.

Kuncinya ada pada analisa. Jangan hanya berdasarkan harapan tanpa data.

Berapa Rata-rata Penurunan pada Suatu Saham?

Secara umum, tidak ada angka rata-rata yang universal untuk penurunan saham. Penurunan ini sangat bergantung pada beberapa hal:

1. Sektor dan Volatilitas

Saham dari sektor yang lebih stabil, seperti utilitas atau barang konsumsi, cenderung memiliki penurunan yang lebih kecil. Sebaliknya, saham di sektor teknologi yang lebih volatil bisa mengalami penurunan drastis hingga 50% atau lebih dalam waktu singkat.

2. Kondisi Pasar

Pada saat pasar sedang dalam tren menurun (bear market), penurunan harga saham bisa lebih ekstrem dibandingkan saat pasar sedang dalam tren naik (bull market).

3. Standar Deviasi

Para investor profesional sering menggunakan standar deviasi sebagai ukuran volatilitas atau risiko. Standar deviasi mengukur seberapa jauh harga saham menyimpang dari harga rata-ratanya. Semakin tinggi standar deviasi, semakin besar potensi penurunan maupun kenaikannya.

Sebagai contoh, jika sebuah saham memiliki standar deviasi 20%, ini menunjukkan bahwa harga saham tersebut secara historis bisa naik atau turun sekitar 20% dari rata-ratanya dalam periode waktu tertentu. Namun, angka ini tidak menjamin seberapa besar penurunan terburuk yang bisa terjadi.

Apa Aturan 3-5-7 dalam Saham?

image.png

Aturan 3-5-7 adalah sebuah pedoman atau strategi yang sering digunakan oleh investor, khususnya untuk manajemen risiko dan diversifikasi. Aturan ini bukan aturan baku, melainkan sebuah panduan praktis untuk membantu mengelola portofolio agar tidak terlalu terkonsentrasi pada satu aset.

3 (Sektor)

Investasi Anda sebaiknya tersebar di minimal 3 sektor yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko jika salah satu sektor mengalami penurunan. 

Misalnya, jika Anda hanya berinvestasi di sektor teknologi dan sektor itu anjlok, seluruh portofolio Anda akan terpukul. Dengan diversifikasi ke sektor lain seperti perbankan dan kesehatan, risiko Anda akan lebih tersebar.

5 (Saham)

Anda sebaiknya memiliki minimal 5 saham yang berbeda di portofolio Anda. Ini membantu Anda menghindari risiko spesifik dari satu perusahaan. Jika salah satu perusahaan mengalami masalah (misalnya, berita buruk atau skandal), kerugian Anda tidak akan terlalu besar karena hanya memengaruhi sebagian kecil dari total portofolio.

7 (Kepemilikan)

Alokasikan dana investasi Anda ke maksimal 7% dari total portofolio untuk setiap saham tunggal. Ini adalah aturan manajemen risiko yang sangat penting. 

Dengan membatasi porsi satu saham, Anda melindungi diri dari potensi kerugian besar jika saham tersebut mengalami penurunan drastis. Contoh, jika Anda memiliki modal Rp100 juta, maka maksimal Rp7 juta (7%) saja yang dialokasikan untuk satu saham.

Mulailah trading sekarang di Dupoin #One-Stop Trading Platform! Download aplikasinya untuk mendapatkan update terbaru seputar dunia trading dan investasi. Dan jangan lupa untuk selalu membagikan konten ini ke sesama trader lainnya. Semoga bermanfaat!

Need Help?
Click Here