

Market Analysis
Apakah Harus Jual Emas Saat Harganya Turun?
Bloomberg Technoz, Jakarta - Dalam dunia investasi, emas batangan masih menjadi pilihan favorit sebagai aset safe haven yang diyakini mampu menjaga nilai kekayaan di tengah ketidakpastian ekonomi. Ketika harga emas turun drastis, banyak investor terpancing untuk segera menjualnya.
Pertanyaannya: apakah langkah tersebut benar-benar bijak?
Dilansir Bloomberg Technoz dari berbagai sumber, artikel ini akan dibahas penyebab harga emas turun, serta strategi tepat yang perlu dilakukan investor agar tidak terjebak dalam keputusan emosional.
Penyebab Harga Emas Turun yang Perlu Diwaspadai

1. Penguatan Dolar Amerika Serikat (USD)
Harga emas sangat sensitif terhadap pergerakan nilai tukar dolar AS. Ketika dolar menguat, harga emas dalam mata uang lokal menjadi lebih mahal, sehingga permintaan menurun dan harga pun ikut melemah.
2. Kebijakan Suku Bunga Federal Reserve (The Fed)
Kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed membuat instrumen berbunga seperti deposito dan obligasi lebih menarik dibanding emas yang tidak memberikan imbal hasil. Akibatnya, investor cenderung menarik dana dari emas dan memindahkannya ke aset berbasis bunga.
3. Aksi Ambil Untung dan Deleveraging
Saat harga emas sempat melonjak tinggi, banyak investor yang melakukan profit-taking. Selain itu, saat pasar saham atau aset lainnya mengalami tekanan margin, emas sering dijual untuk memenuhi kewajiban margin call.
4. Menurunnya Permintaan Fisik Emas
Konsumsi emas fisik dalam bentuk perhiasan dan kebutuhan industri juga memengaruhi harga. Jika permintaan dari sektor ini turun, maka harga emas global akan terkoreksi.
5. Pemulihan Ekonomi Global
Ketika kondisi ekonomi global membaik, investor cenderung beralih ke aset berisiko seperti saham, sehingga minat terhadap emas sebagai aset perlindungan menurun.
Apakah Waktu yang Tepat Menjual Emas Adalah Saat Harganya Turun?
Sebelum memutuskan menjual emas saat harganya sedang menurun, ada beberapa pertimbangan penting yang harus dianalisis secara rasional:
1. Pahami Tujuan Investasi Anda
Jika tujuan Anda adalah investasi jangka panjang (5–10 tahun), fluktuasi harga jangka pendek seharusnya tidak menjadi masalah. Emas adalah alat lindung nilai kekayaan, bukan instrumen spekulatif harian. Dalam jangka panjang, emas mengalami pertumbuhan nilai yang cukup stabil, dengan rata-rata global mencapai 12% per tahun, dan di Indonesia sekitar 8,5%.
Namun, jika Anda membutuhkan dana dalam waktu dekat, sebaiknya tunggu hingga harga emas kembali stabil atau menguat untuk menjual agar tidak rugi.
2. Hitung Biaya dan Pajak yang Timbul
Menjual emas bukan tanpa biaya. Spread jual-beli bisa sangat lebar—misalnya pada emas Antam 1 gram, selisih harga beli dan jual bisa mencapai Rp84.000. Selain itu, ada PPh 22 untuk transaksi buyback yang berkisar antara 0,9% hingga 1,5%, tergantung kepemilikan NPWP.
Jika Anda menjual emas dengan selisih harga yang besar dibanding saat beli, pajak capital gain juga bisa dikenakan. Ini penting dihitung agar keuntungan yang Anda dapatkan tidak tergerus biaya dan pajak.
3. Perhatikan Sentimen dan Aksi Investor Lain
Saat terjadi penurunan harga yang signifikan, aksi panik dari investor lain dapat memperburuk situasi. Penjualan massal bisa menekan harga emas lebih dalam. Tapi justru di saat seperti ini, investor cerdas biasanya melihat peluang untuk membeli kembali emas dengan harga lebih rendah.
4. Peran Emas dalam Diversifikasi Portofolio
Emas memiliki peran strategis dalam diversifikasi portofolio investasi. Ketika pasar saham atau obligasi mengalami penurunan, emas cenderung bertahan atau bahkan naik nilainya. Oleh karena itu, menjual seluruh emas saat harganya turun justru bisa membuat portofolio Anda kehilangan "penyeimbang" yang penting.
Strategi Cerdas Mengelola Investasi Emas
Daripada bereaksi secara emosional saat harga turun, berikut adalah strategi cerdas yang sebaiknya Anda terapkan:
- Tahan posisi emas jika tidak ada kebutuhan mendesak.
- Manfaatkan harga turun untuk akumulasi jika Anda masih memiliki ruang investasi.
- Tentukan target harga jual berdasarkan analisis dan kebutuhan finansial, bukan kepanikan.
- Pantau faktor-faktor makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan kondisi geopolitik.