

Market Analysis
WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Jelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat (AS), pertanyaan mengenai masa depan platform media sosial TikTok kembali muncul.
Akankah AS memblokir TikTok, mengingat Trump pernah hendak melakukannya di masa jabatan pertama pada 2020?
Pada Jumat (10/1/2025), perwakilan dari perusahaan induk TikTok, ByteDance, akan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung AS (SCOTUS) untuk mencabut pemblokiran yang bakal diterapkan akhir bulan ini.
Presiden AS Joe Biden pada 24 April 2024 meneken keputusan yang mengharuskan ByteDance menjual TikTok paling lambat pada 19 Januari 2025.
Jika tidak dilakukan sampai batas waktu itu, AS akan melarang TikTok beroperasi di "Negeri Paman Sam".
AS khawatir TikTok yang dimiliki ByteDance dan berkantor pusat di Beijing memiliki akses ke data Amerika dan membagikannya ke Pemerintah China.
Trump pada 2020 mengeluarkan perintah eksekutif untuk memblokir TikTok dan melarang segala transaksi dengan perusahaan itu, tetapi larangan tersebut tak pernah diberlakukan.
Tahun depannya, Biden mencabut larangan Trump dan mengeluarkan perintah eksekutif baru mengenai ByteDance.
Selanjutnya pada 2022, Biden menandatangani keputusan untuk melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah.
Ada lebih dari 170 juta pengguna TikTok di AS, kata juru bicara aplikasi tersebut kepada USA Today bulan lalu.
Menurut laporan Pew Research Center pada November 2024, setidaknya sepertiga orang dewasa AS menggunakan TikTok, sekitar 59 persen di antaranya berusia di bawah 30 tahun.
Pew Research Center juga melaporkan, 95 persen pengguna dewasa menggunakan TikTok untuk hiburan.
Adapun menurut Reuters, TikTok memiliki sekitar 7.000 karyawan di AS. Belum diketahui apa yang akan terjadi pada pegawai-pegawai tersebut jika larangan diberlakukan.
Dalam konferensi pers di kediamannya di Mar-a-Lago pada Desember 2024, Trump—yang akan dilantik tanggal 20 Januari mendatang—mengaku TikTok memiliki tempat hangat di hatinya.