

Market Analysis

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga emas dunia naik pada akhir perdagangan Rabu (11/6/2025) waktu setempat atau Kamis (12/6/2025) pagi WIB, seiring dengan data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan.
Mengutip Reuters, harga emas di pasar spot naik 0,1 persen ke level 3.324,72 dollar AS per ons, setelah pada awal sesi naik 1 persen.
Sementara harga emas berjangka Comex New York Exchange bertahan di level 3.343,7 dollar AS per ons.
Indeks Harga Konsumen (IHK) AS di Mei 2025 mengalami inflasi 0,1 persen, setelah pada bulan sebelumnya naik 0,2 persen.
Ini menjadikan tingkat inflasi tahunan sebesar 2,4 persen.
Laju inflasi itu lebih rendah dari perkiraan ekonom yang disurvei oleh Reuters bahwa akan terjadi inflasi 0,2 persen, dan tingkat inflasi tahunan sebesar 2,5 persen.
Inflasi yang landai itu memperkuat ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), akan mulai memangkas suku bunga pada September 2025 mendatang.
"Laju inflasi inti yang lebih rendah telah mendorong seluruh logam mulia naik karena imbal hasil dan dollar AS jatuh. Harapannya adalah bahwa hal itu akan membawa penurunan suku bunga The Fed lebih cepat," kata Tai Wong, pedagang logam independen.
Adapun pasar saat ini memperkirakan peluang 68 persen untuk The Fed menurunkan suku bunganya pada September 2025, menurut CME FedWatch.
Sementara dari sisi negosiasi perdagangan, Presiden AS Donald Trump mengatakan kesepakatan dengan China telah dilakukan.
Beijing akan memasok magnet dan mineral tanah jarang, sementara Washington akan mengizinkan mahasiswa China di perguruan tinggi dan universitasnya.
Sinyal positif negosiasi dagang antara AS dan China itu meredakan ketegangan perdagangan dan meningkatkan ekonomi global.
Kondisi ini mengurangi daya tarik emas, yang merupakan aset lindung nilai atau safe haven di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi. Sedangkan di Timur Tengah, ketegangan masih berlanjut.
AS tengah mempersiapkan evakuasi sebagian kedutaannya di Irak karena meningkatnya risiko keamanan di kawasan tersebut.
Empat sumber dari AS dan dua dari Irak tidak merinci secara pasti ancaman keamanan apa yang mendorong keputusan tersebut.