English
English
Tiếng Việt
ภาษาไทย
繁體中文
한국어
Bahasa Indonesia
Español
Português
zu-ZA
0

Market Analysis

AS-China Pangkas Tarif Untuk 90 Hari Ke Depan, Ini Dampak bagi RI
Bloomberg · 12.6K Views

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa produk-produk Indonesia yang sebelumnya terdampak perlambatan perdagangan global kini berpeluang kembali bangkit, menyusul kesepakatan antara Amerika Serikat dan China untuk menurunkan tarif selama 90 hari ke depan.

Menurut Syafruddin, kembalinya peluang untuk produk Indonesia terjadi karena arus barang antara AS dan China menjadi lebih terbuka yang juga menyebabkan turunnya biaya logistik.

"Kesepakatan penurunan tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok berpotensi menciptakan stabilitas dalam sistem perdagangan global, yang pada akhirnya akan menguntungkan perekonomian Indonesia," ujar Syafruddin kepada Bloomberg Technoz, Senin (12/5/2025).

Selain itu, dengan meredanya ketegangan dagang, pelaku usaha di Tanah Air akan melihat kepastian pasar yang lebih tinggi, khususnya di sektor ekspor berbasis rantai pasok regional. Industri manufaktur dan elektronik yang bergantung pada bahan baku dari China juga akan menikmati penurunan harga input produksi. Investor global yang sebelumnya menghindari risiko di negara berkembang (emerging markets) kini lebih percaya diri untuk kembali masuk.

"Kondisi ini dapat memperkuat nilai tukar rupiah dan meningkatkan arus modal ke pasar domestik," ujarnya.

Sekadar catatan, kontrak rupiah Nondeliverable Forward (NDF) yang dibuka menguat pagi tadi di sesi Asia, pasca pengumuman hasil negosiasi dagang dua negara besar itu, berbalik melemah lagi dan menembus Rp16.700-an/US$.

Mengacu data realtime Bloomberg, rupiah NDF pada sesi perdagangan Eropa Senin ini, diperdagangkan di kisaran Rp16.706/US$ pada pukul 15.33 WIB. Level itu mencerminkan pelemahan 0,7% dibanding harga pekan lalu. 

Kisaran Rp16.700-an juga jadi level rupiah offshore terlemah sejak terakhir terjadi pada 29 April lalu di posisi Rp16.729/US$.

Syafruddin mengatakan Pemerintah Indonesia juga bisa memanfaatkan momentum ini untuk mempercepat diplomasi ekonomi, memperluas akses pasar, dan memacu ekspor bernilai tambah tinggi.

Di sisi lain, Indonesia harus waspada terhadap kemungkinan pembelokan arus perdagangan (trade diversion). Dengan normalisasi hubungan dagang AS-China, beberapa peluang ekspor yang selama ini mengalir ke Indonesia akibat disrupsi tarif bisa kembali direbut oleh China. Oleh karena itu, strategi negosiasi bilateral dan peningkatan daya saing domestik menjadi sangat penting untuk menjaga momentum perdagangan nasional.

AS sepakat untuk memangkas tarif mereka terhadap barang-barang impor dari China dari sebesar 145% menjadi 30%, termasuk tarif yang dikenakan pada fentanil mulai 14 Mei hingga 90 hari ke depan. Sementara Tiongkok juga bersedia menurunkan tarif mereka untuk barang-barang impor dari AS dari sebesar 125% menjadi 10%.

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam taklimat media yang digelar di Jenewa, pagi waktu setempat atau siang waktu Jakarta.

"Kami telah melakukan diskusi yang sangat kuat dan produktif mengenai langkah-langkah maju terkait fentanil. Kami sepakat bahwa tidak ada pihak yang ingin memisahkan diri," kata Bessent, dilansir dari Bloomberg News, Senin siang.

Bessent juga mengatakan, kedua belah pihak akan membentuk mekansime untuk melanjutkan diskusi tentang hubungan ekonomi dan perdagangan.

Need Help?
Click Here