

Market Analysis
Penulis: Kersten Knipp/DW Indonesia
DAMASKUS, KOMPAS.com - Sebuah dinasti dan pemerintahan yang telah berlangsung selama beberapa dekade tampaknya telah berakhir di Suriah. Presiden Bashar Al Assad dilaporkan telah digulingkan. Ia dan keluarganya melarikan diri ke Rusia.
Hingga kekuasaannya diruntuhkan oleh pasukan pemberontak pada Minggu (8/12/2024), Assad sejatinya dikenal sebagai pemimpin dengan jaringan sekutu yang kuat: Rusia, Iran, dan kelompok yang didanai Iran seperti Hizbullah di Lebanon.
Tanpa dukungan dari mereka, Assad kemungkinan besar sudah tersingkir oleh revolusi rakyat Suriah beberapa tahun sebelumnya. Namun, sekutu-sekutu tersebut kini tampaknya telah meninggalkannya.
Dipicu oleh revolusi damai pada 2011, perang saudara Suriah sempat mendorong rezim Assad ke ambang kebangkrutan pada 2015. Pemerintah Suriah hampir tidak mampu membayar militernya sendiri, dan Assad hanya menguasai sekitar 10 persen wilayah negaranya pada saat itu.
Namun, saat itu, ketika Pemerintah Suriah meminta bantuan dari Rusia, Moskwa merespons dengan mengirimkan kekuatan militer.
Jet tempur Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran di wilayah Suriah, dengan dalih menyerang "teroris" dan bukan revolusioner.
Tentu saja, ada teroris di Suriah saat ini, termasuk kelompok-kelompok ekstremis seperti ISIS. Namun, eksistensi mereka juga dipicu sebagian oleh kebijakan Assad sendiri.
Pada akhir 2011 misalnya, Assad memerintahkan pembebasan banyak tahanan ekstremis Sunni dari penjara, yang kemungkinan dilakukan untuk mendiskreditkan revolusi.
Namun, para ekstremis ini kemudian bergabung dengan para revolusioner untuk mewujudkan tujuan mereka sendiri, yang pada akhirnya malah mendominasi perlawanan terhadap rezim Suriah.
Langkah Assad ini, yang awalnya dirancang untuk melemahkan revolusi, justru menciptakan ancaman baru yang lebih besar.
Meski begitu, langkah Assad tersebut bukanlah sebuah kejutan besar. Sejak awal revolusi melawan pemerintahannya, Assad telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang kejam demi mempertahankan kekuasaan, meskipun akhirnya tak dapat bertahan selamanya.
Contoh paling terkenal dari kekejaman ini adalah serangan gas sarin di Ghouta pada 2013. Roket-roket berisi gas saraf mematikan itu menghantam daerah-daerah yang dikuasai oposisi di sekitar Damaskus, menewaskan ratusan orang.
Ini adalah salah satu serangan senjata kimia paling mematikan sejak perang Iran-Irak.
Assad juga tidak ragu-ragu untuk menjatuhkan bom barel ke sekolah-sekolah dan rumah sakit di Suriah.